Friday, July 11, 2008

Aneh

Kunjungan terakhir pendekarku, Mei 2008 lalu membawa pelajaran yang amat berharga. Selesai dengan pengambilan gambar dibeberapa tempat disekitar Yogyakarta, saatnya dia dan seorang teman kembali ke Jakarta. Berangkat menuju ke bandara Adi Sucipto dengan sepeda motor, laju dan arah kendaraan dijalankan dengan hati-hati. Jalanan dari arah Babarsari menuju ke Bandara sedang diperbaiki.

Aspal jalan baru saja di garuk karena entah akan diapakan. Bentuknya seperti garis lurus panjang di sepanjang jalan aspal, dengan ketinggian yang tidak sama pada bagian yang tidak tergaruk. Setiap orang yang melaluinya akan merasakan ketidakseimbangan ban kendaraan yang melaju. Berbahaya.

Sekembalinya dari bandara ke arah kota, mau tak mau jalanan aspal tergaruk itu pun harus ku lewati lagi. Semua berjalan lancar sampai di pertigaan lampu merah Maguwoharjo. Satu meter kurang menjelang lampu berganti warna merah, aku menambah kecepatan. Tak ku sangka, sebuah motor didepanku dengan seorang perempuan berhenti mendadak didepan garis lampu lalu lintas dan membanting stir ke arah kiri. Dan...ciiiittt, braaakkk!!! Motorku jatuh ke samping, dan aku tersungkur diatasnya.

Damn!!

Seorang polisi muda dengan senyum tersungging mendekati, si perempuan dimintanya untuk berjalan kaki ke apotik terdekat membeli obat merah. Kepadaku dimintanya surat-surat berkendaraan. dengan rasa sakit di dada dan luka di kaki kanan kukeluarkan surat-surat yang diminta dan aku lemparkan ke atas sebuah meja di pinggir jalan.

Beberapa menit kemudian, aku, si perempuan yang ternyata tidak punya surat mengemudi dan sang polisi muda usia terlibat dalam perdebatan. Dengan emosi aku mempertahankan sebuah kata, yaitu menuntut, yang menurutku tidak masuk akal diucapkan oleh seorang polisi pada kasus ini.

Kendaraan kami berdua tidak mengalami kerusakan, si perempuan mengakui bahwa setelah berhenti mendadak setelah lampu merah dia membanting stir ke arah kiri mengambil jalanku, aku mengakui bahwa kecepatan aku tambah dengan maksud tidak tertahan lampu merah. Kami berdua berbicara tanpa emosi tinggi, malah sempat-sempatnya bergurau. Bisa-bisanya, sang polisi muda usia bertanya kepada si perempuan "Apakah mbak mau menuntut mbak ini (aku) karena kejadian ini?".

Panjang lebar dan berkali-kali aku mempermasalahkan kata tersebut. Si perempuan berusaha menengahi dan sampai pada satu titik, akhirnya sang polisi muda menyerah. Mengembalikan surat-suratku dan berkata "Baik, silahkan kalian berdua berdamai". Seraya meninggalkan kami berdua yang tidak menghiraukan lagi perkataannya.

? ! @ # $ % * ^!

Siapa yang harus berdamai? Aneh!!

No comments: