Saturday, March 13, 2010

Losing a Friend

Beberapa hari yang lalu kami membaca beberapa potongan surat pribadi seorang murid bernama Tessa. Tessa seorang anak murid sekolah dasar, ia tipikal anak yang hanya bersahabat dengan satu orang saja. Ia punya seorang sahabat bernama Leah yang dalam suratnya kami ketahui meninggal karena kecelakaan mobil. Surat-surat yang Tessa tuliskan ditujukan pada Leah sebagai salah satu caranya mengatasi rasa kehilangan yang mendalam.

Selesai membaca seluruh surat Tessa, dalam diskusi kami menjawab pertanyaan bacaan, seorang murid mengangkat tangan dan berbicara, "These letters are scary.." Pendapat senada juga diucapkan oleh beberapa murid lain. Memang sepertinya demikian. Tessa terus menulis surat kepada Leah, satu-satunya sahabat, yang sudah meninggal dan berharap akan mendapatkan balasannya.

Saya yakin, kata "scary" yang di ucapkan oleh murid saya bukan berarti "menakutkan" sebagaimana arti harafiahnya. Saya yakin bahwa apa yang dimaksudkan olehnya adalah "These letters are so sad." Menyedihkan, memang. Punya satu orang sahabat dan sahabat itu meninggalkan kita begitu tiba-tiba "sendirian". Sahabat, siapapun dan apapun bentuknya, seperti saudara kembar kita. Orang yang bisa mengerti kita dan membantu kita menjadi orang yang lebih utuh. Disadari atau tidak, kita tidak bisa hidup tanpa sahabat.

Mengalami kejadian yang dialami oleh Tessa dalam usia yang masih begitu muda memang sangat menyedihkan. Mungkin itu juga yang dipikirkan oleh murid-murid saya. Usia mereka 11-12 tahun dan saat ini mereka sudah mulai mencari sahabat dalam keseharian mereka. Beberapa hilir mudik dengan satu dan dua orang yang sama selama di sekolah, sementara yang lain berkelompok tiga sampai empat orang. Beberapa dari mereka sempat menunjukkan foto-foto bersama dengan sahabat-sahabatnya bahkan memberitahu nama kelompok yang mereka buat bersama-sama. Sungguh menyenangkan punya sahabat dalam hidup ini.

Namun, bersahabat tidak selalu menyenangkan. Dalam kalimat puitisnya, akan datang badai yang akan mengujinya. Badai ini sebenarnya tidak datang untuk membuat hancur sebuah persahabatan melainkan untuk menguatkannya. Astrid, seorang murid, beberapa kali datang kepada saya pada jam istirahat untuk berbincang-bincang. Ia "ditinggalkan" teman-teman termasuk sahabatnya karena melakukan kesalahan. Ia sudah berusaha menjelaskan persoalan yang sebenarnya pada teman-teman dan sahabatnya, namun mereka masih belum dapat memaafkannya. Tidak ada yang saya lakukan selain mendengarkan cerita, menanyakan apa yang sudah ia lakukan untuk memperbaiki kesalahan dan membiarkannya datang pada saya pada jam istirahat. Astrid, teman-teman dan sahabatnya akan dapat mengatasinya. Saya percaya itu.

Pada masa-masa itu Astrid tampak lebih pendiam, lain dari biasanya. Di kelas pun, ia, teman-teman serta sahabat yang terlibat dalam permasalahan itu bersikap lain. Beberapa kali Astrid memandang saya dengan sedih dalam kelas. Sampai pada suatu hari, ia datang pada saya dan mengatakan bahwa ia sudah kembali berteman dengan teman-teman dan sahabatnya. Suasana kelas kembali ramai oleh keceriaan Astrid, teman-teman dan sahabatnya.

Dalam sebuah pelajaran menulis, seorang murid menulis surat kepada seorang sahabatnya yang akan meneruskan sekolah di tempat lain tahun depan seperti halnya dirinya yang juga akan meneruskan di tempat lain. Dituliskan betapa sedih rasanya berpikir bahwa mereka tidak akan bertemu lagi karena akan berada di dua tempat yang berbeda.. "In going to a new school, it is possible that you will forget your old friends. Your brand new friends will make you forget us. It's a pity that you will forget your seventy-seven friends from this school. Everyone would feel the same that someone in their community is missing. Your six years time here will make you an unpartable member." Memang benar...

Akan tetapi, sahabat akan selalu jadi sahabat, ada ataupun tiada. Satu orang pergi, akan datang yang lainnya kalau kita mau membuka diri. I do believe in it. Best friends are forever, guys.

No comments: