Mencengangkan, ketika aku melihat proses kerja kedua anjing tersebut memberi terapi. Datang bersama sang empunya anjing, keduanya berjalan kaki dari rumah menuju rumah sakit. Setibanya dirumah sakit, mereka mendapatkan daftar pasien yang akan di "terapi" hari itu. Lalu mereka menuju ke ruangan demi ruangan, mendekat naik ke atas tempat tidur si pasien dan memberikan 'senyuman' terbaik mereka. Membiarkan tubuh mereka dibelai-belai oleh si pasien, terkadang menjilati si pasien sampai tertawa geli. Dan selesailah terapi hari itu.
**
Mengapa sosok anjing menjadi penting dalam proses terapi seorang pasien? Secara ilmiah aku tidak bisa memberikan jawabannya. Namun dari apa yang pernah aku alami dan lihat pada beberapa video dokumenter, anjing bisa memberikan rasa sayang yang apolitis kepada siapapun. Senyum yang mereka berikan, jilatan yang mereka lakukan dan kehadiran mereka betul-betul tulus. Anjing seakan-akan bisa merasakan rasa sakit manusia, bisa memahami perasaan manusia, bisa diajak "bicara" oleh manusia.
**
Seorang teman baru-baru ini mendapat hibah seekor anjing yang belum jelas berjenis apa. Moka namanya, berbulu antara coklat dan ungu dan tingginya tidak lebih dari dua jengkal tanganku. Pertama kali datang dari kota tetangga Semarang, Moka belum bisa menyalak. Yang dilakukannya hanya bersin dan bersin. Baru setelah hampir satu jam, Moka akhirnya bisa menyalak ke arah suara penjual minuman yang lewat.
Menyambung tema anjing pen-terapi. Sejauh aku tahu dan dengar, temanku itu amat sangat jarang berolah raga. Perutnya gendut, sulit buat dia untuk naik ke atap kandang burung setinggi 1,5 meter dengan bantuan kursi waktu ambil gambar sebuah film. "Olahraga" kesukaannya adalah memainkan kesepuluh jari tangannya diatas keyboard laptop, menulis, atau menaik turunkan tangan dari dan ke mulutnya sembari memegang sebatang rokok, merokok. Sungguh..Temanku butuh "terapi terselubung" untuk membantunya mengecilkan tonjolan diperutnya, dan tentu saja berbeda dengan yang dilakukan dua anjing berbeda ras yang kuceritakan diatas.
Kampung tempat tinggal temanku cukup padat dan ditinggali keluarga dengan ragam latar belakang. Maka dari itu seutas tali warna-warni melingkari leher Moka. Sehari-hari Moka bermain sejauh tali itu menjangkau, namun bukan berarti Moka kuper. Suatu malam, Moka tak berhenti menyalak selama beberapa menit. Semua benda yang bergerak dia respon, anjing atau kucing tetangga yang lewat tak lepas dia komentari..Lalu keluarlah temanku, Moka loncat kesana kemari sambil terus menyalak seolah menjawab pertanyaan temanku "Ada apa sih, Mok?". Sedikit kebingungan, ujung tali warna-warni yang melingkar dileher Moka diambil oleh temanku. Moka langsung melesat keluar pagar..Mereka jalan-jalan mengelilingi kampung.
Sepanjang perjalanan malam itu adalah pemandangan yang lucu. Dengan sepasang sandal jepit, akhirnya temanku memulai "terapi terselubung" pertamanya. Seakan meluapkan kebahagiaannya berhasil mengajak tuannya jalan-jalan, Moka menggenjot kecepatannya. Lari kesana-kemari, kadang mengerem mendadak demi mengendus bau tertentu, lalu dengan kecepatan penuh kembali berlari. Pontang panting, temanku mengikuti langkah pemberi terapinya. Nafas tersengal-sengal, peluh mengucur kecil dikening.
Sesampainya dirumah, Moka minum setengah piring air putih lalu tertidur pulas. Sementara temanku setengah mengutuki "terapinya" malam itu sembari mengatur nafasnya kembali. Sosok pen-terapi bisa lembut seperti sepasang Dalmatian dan Golden Retriever di Amerika, namun bisa juga liar seperti Moka dengan temanku sebagai pasiennya. Ayo Moka, semangat!!
3 comments:
waduh mbak..anjingnya bgus ya??hehehehe... wah klo ikutan seminggu blognya bisa penuh........
ahem... ahem... anjingku lhoooo! tapi yg perut gendut pastinya bukan aku kan??? kan??? hahahahaha
Post a Comment